Yang Hilang

Biru Laut


Buku yang berjudul Laut Bercerita karya Leila Salikha Chudori, menceritakan beberapa kumpulan pemuda aktivis di masa orde baru yang berambisi ingin Indonesia menjadi negara yang lebih baik. Setelah saya baca pada lembar ke seratus ada beberapa hal yang menarik perhatian saya yaitu kepada Bapak Pramoedya Ananta Toer, seorang seniman Indonesia yang terkenal dan memiliki karya yang hebat.

Pada awalnya saya tidak tertarik dengan buku ini, cover buku yang ber ilustrasi laut dan seorang pemuda yang kurang jelas di cover itu membuat saya abu-abu untuk membacanya. Tetapi karena melihat banyak pembaca yang merekomendasikan dan memberikan komentar yang baik, hal itu menjadikan saya penasaran dan ingin membacanya.

Lembar per lembar sudah saya selesaikan hanya dalam beberapa jam, tetapi masih belum ada yang menarik perhatian saya. Sedikit bicara kasat tentang politik di Indonesia yang sama sekali tidak menarik bagi saya dan perasaan tidak menarik itupun menjadi hilang hanya dalam lembar demi lembar yang saya baca. Sampai pada halaman ke-196

"Matilah engkau mati
Engkau akan lahir berkali-kali"
            Selamat Ulang Tahun, Biru Laut
            12-12-1995



Puisi yang ditulis oleh seorang penyair di buku bersampul hitamnya yang selalu Ia bawa kemana-mana yang juga merupakan aktivis. Puisi ini ditujukan kepada Biru Laut seorang pemuda yang ada di cover buku dan kehadirannya selalu ditunggu oleh bapak, ibu, dan adik perempuannya untuk sekedar makan tengkleng bersama setiap hari minggu, akan tetapi Ia tak kunjung datang dan menghilang begitu saja tanpa kabar ataupun sedikit ucapan perpisahan. 

“Untuk mu yang dilahirkan untuk berbicara namun hadir pada masa terbungkam. Untuk mu yang tetap bercerita walau sudah hilang dan ditenggelamkan. Untuk mu yang hidup penuh harap walau diterpa nestapa.”

Selamat hari lahir Biru Laut Wibisana. Kisah mu disampaikan ombak dan seisinya


Laut suka membaca buku Pak Pramoedya, dimana pada masa itu buku beliau adalah barang ilegal yang tidak boleh dibaca oleh masyarakat. Tetapi Laut dan teman-teman aktivis lainnya menentang hal itu, mereka membaca bukunya secara diam-diam. Pertanyaan-pertanyaan yang mulai meramaikan isi pikiran saya tentan Pak Pramoedya mulai bermunculan, ada apa dengan buku beliau? sesuatu yang paling membuat saya tertarik dan penasaran sampai membuat seorang mahasiswa Biru Laut dan teman-teman aktivis yang lainnya menghilang tanpa jejak.


“ketika malam turun, kata-katamu bergerak, kalimatmu menjadi ruh” — Laut Bercerita

ruang tamu bukanlah lagi ruang yang menyenangkan,
demi kuah Tengkleng, Ibu sedia bangun lebih pagi,
rasanya bunga Kamboja itu mati tak ter-urus,
Kau adalah yang akan dinanti-nanti.

Tak disangka buku yang mempunyai cover lautan biru yang indah tetapi didalamnya menceritakan kisah tragis penuh dengan ketidakadilan, ketidakpastian, dan kehilangan seseorang. Orang yang hanya melihat cover buku pasti berpikiran cerita itu berakhir indah, nyatanya tidak.

Komentar